Siapa Petrus itu?
Petrus adalah manusia biasa, seperti kita. Ia tidak datang dari golongan terpelajar, bukan pula seorang pemuka agama—ia hanyalah seorang nelayan dari Galilea. Namun dalam kesederhanaannya, Yesus memanggilnya. Rahmat panggilan itu mengubah arah hidup Petrus selamanya. Dari penjala ikan menjadi penjala manusia. Dari orang biasa menjadi pemimpin umat. Tapi jalannya tidak lurus—penuh jatuh bangun, kerapuhan, dan bahkan pengkhianatan.
Namun justru dalam kerapuhan itulah Tuhan bekerja. Petrus yang menyangkal, Petrus yang takut, Petrus yang gagal berjaga di Taman Getsemani—adalah Petrus yang sama yang akhirnya berkata: “Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Dan Tuhan mempercayakan domba-domba-Nya kepadanya.
Melayani Kongregasi adalah Rahmat
Menjadi bagian dari Kongregasi bukan sekadar peran struktural. Ini adalah rahmat panggilan. Kita bukan dipilih karena kita layak, tetapi karena Tuhan berkenan memakai kita. Maka, melayani bukan soal kebesaran nama atau jabatan, tapi soal kesediaan hati untuk tunduk dan taat.
Tugas perutusan dalam Kongregasi, apalagi dalam tim kepemimpinan, bukanlah jalan mudah. Ada banyak tantangan, kekecewaan, ketegangan dalam relasi, bahkan pergulatan batin. Tapi dalam semua itu, ada satu hal yang harus tetap menyala: semangat ketaatan.
Sangkal Putung: Tempat Berevaluasi dan Masuk ke Dalam Diri
Kita datang ke tempat ini bukan sekadar untuk beristirahat atau menyusun rencana. Lebih dari itu, kita datang untuk berevaluasi, untuk masuk lebih dalam ke dalam hati dan mendengarkan suara Tuhan. Seperti Petrus yang dipanggil untuk kembali mengasihi setelah jatuh, kita pun diajak untuk menyadari kembali rahmat yang sudah kita terima, dan menghidupi kembali semangat awal panggilan.
Di tempat ini, kita diajak untuk memikul salib penderitaan bukan dengan keluhan, tetapi dengan keyakinan bahwa setiap salib adalah bagian dari proses penyucian. Kita dipanggil untuk menjadi kudus, bukan karena kita tidak pernah gagal, tetapi karena kita terus bangkit dan taat.
Semangat Ketaatan: Sumber Kekuatan dalam Perutusan
Ketaatan bukan sekadar tunduk pada aturan atau perintah. Ketaatan adalah sikap hati yang percaya bahwa dalam kehendak Tuhan terdapat kebaikan yang lebih besar daripada yang bisa kita lihat. Semangat ketaatan inilah yang menjadi sumber kekuatan ketika tugas terasa berat.
Ketaatan memampukan kita untuk melangkah bersama, bukan dengan ego pribadi, melainkan dengan semangat kolegialitas dan persaudaraan.
Refleksi:
-
Dalam perjalanan pelayanan, di mana aku merasa seperti Petrus – takut, menyangkal, atau lemah?
-
Apakah aku sungguh menjalani perutusan ini sebagai rahmat, atau hanya sebagai beban tanggung jawab?
-
Apa arti ketaatan bagiku? Apakah aku sungguh percaya bahwa kehendak Tuhan lebih besar dari rencanaku sendiri?
By. Sr. Jeannette Runtu – Kulon Progo