Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menemukan Cahaya Ditengah Derita

Seluruh hidup kita merupakan sebuah proses pertumbuhan dan melalui proses ini segala sesuatu mendapat maknanya. Sukacita, kesedihan, cinta dan penderitaan, penyakit dan menjadi tua adalah pengalaman yang menghantar kita pada keikutsertaan secara penuh dalam kerajaan Allah dan mempersiapkan kita bersatu dengan Allah secara paripurna. (Konst.Art.75).

Setelah melewati pengalaman rohani merasai penderitaan lewat pengalaman sakit, kalimat yang tertuang dalam Konstitusi artikel 75 ini; memiliki arti yang sangat mendalam bagi saya. Pengalaman sakit menjadi suatu sarana proses pemurnian dalam perjalanan rohani dan panggilan saya. Meski awalnya bukan suatu hal yang mudah menerima diri ketika pertama kali saya divonis menderita kanker. Rasa sedih dan takut serta berbagai pertanyaan mulai muncul; “mengapa harus saya?” “Apa dosa yang sudah saya lakukan?” “Apakah pengorbanan saya belum cukup?”dan lain-lain. Namun justru lewat pengalaman ini saya menerima rahmat berlimpah yang sangat luar biasa.

Sebagaimana penyakit yang datang tak terduga, tak diundang namun ketika akhirnya saya belajar untuk menerima diri dan berefleksi, saya menemukan rahmat Tuhan yang terbungkus dalam pengalaman sakit. Kepasrahan pada kehendak Allah menjadi teman dan kekuatan yang paling sempurna yang mampu menghalau rasa sakit, takut dan kecemasan. Lebih dari itu iman akan cinta Allah yang tak berkesudahan baik dalam hidup maupun mati membuat saya berani untuk memikul dan memeluk salib penderitaan ini.

Ketika sakit,  saya semakin menyadari bahwa kehidupan saya sungguh-sungguh sebuah proses, kesedihan dan derita menjadi sarana bagi saya untuk belajar sabar dan  setia mengikuti jejak Sang guru yaitu Yesus sendiri yang sudah terlebih dahulu memikul dosa dan derita umatNya.  Proses pemurnian ini sungguh-sungguh saya imani dan menghantar saya pada kesadaran bahwa kuasa Allah sungguh sangat nyata.

Selain itu,  bagaimana pengalaman iman itu berproses mendewasakan saya, saya belajar bahwa lewat pengalaman sakit ini saya diundang Allah untuk lebih membuka hati berbela rasa terhadap penderitaan dan pergumulan orang lain. Perhatian dan pertolongan yang saya alami melalui Kongregasi serta teman-teman sekongregasi, juga keluarga, para sahabat dan kenalan, membawa saya pada kesadaran bahwa kesembuhan dan pemulihan yang saya alami merupakan ‘kesempatan kedua’ yang Tuhan anugerahkan pada saya untuk belajar lebih mensyukuri kehidupan yang saya terima.

Lamanya hidup, usia panjang, kesuksesan bukanlah sebagai ukuran kualitas seseorang. Bagi saya mengisi kehidupan dengan hal-hal yang positif, penuh harapan dan sukacita merupakan kebahagiaan tersendiri. Mendedikasikan hidup demi kemuliaan Allah adalah visi hidup yang harus terus menerus saya syukuri dan perjuangkan. Kehadiran komunitas, keluarga dan para sahabat adalah anugerah tak ternilai yang memiliki nilai tambah yang membuat hidup saya semakin berwarna.

Maka seandainya saya bertemu Yesus ketika saya menoleh ke belakang merefleksikan dan menelusuri kembali pengalaman hidup saya dan Tuhan Yesus bertanya atau memberi pilihan maka menjadi sakit adalah pengalaman yang tidak akan saya sesali, karena rahmat berlimpah terbungkus dalam derita dan kesulitan yang saya alami, namun cinta Allah tetaplah pemenangnya.

Oleh:

Sr. Monica Sri Suparlan, SJMJ 
Rahmat yang terbungkus dalam derita dan kesulitan. 
Manado – 5 November 2025

1 Comment

  • GMA
    Posted 7 November 2025 at 03:53

    🥲🥲🔥🔥

Leave a Reply to GMA Cancel reply