Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

 Sidang UISG ke 23 di Roma

Dari Indonesia untuk Dunia:
Suara dan Harapan Perempuan Religius”

Sr. Theresia Supriyati berangkat dari Jakarta menuju Roma pada 30 April 2025 bersama 20 pemimpin umum kongregasi dari Indonesia, dan berada di sana hingga 13 Mei 2025.

Dalam kunjungannya, Sr. Theresia mengikuti pertemuan penting bersama Dikasteri untuk Hidup Bakti, yang juga dihadiri oleh 20 pemimpin umum kongregasi dari Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, disampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan Kitab Hukum Kanonik, termasuk tujuan serta aspek-aspek tertentu yang perlu mendapat perhatian dari para pemimpin umum.Beberapa kanon telah diubah dan disesuaikan dengan dinamika perjalanan Gereja saat ini. Pertemuan ini juga diisi dengan sesi berbagi pengalaman dari berbagai kongregasi di Asia, Afrika, dan Oseania.

Puncak kegiatan adalah Sidang Umum UISG ke-23, yang berlangsung di Hotel Ergife, Roma, dihadiri oleh 983 pemimpin umum dari 75 negara. Sidang ini sekaligus merayakan 60 tahun UISG dan Tahun Yubileum 2025 dengan tema: “Hidup Bakti: Harapan yang Mengubah”. Para perempuan  religius diajak menjadi pribadi yang tangguh, membawa damai, menolak diskriminasi, dan membangun komunitas Injili yang inklusif dan sinodal.

Dalam suasana yang mengharukan, sidang ditutup dengan pernyataan bersama yang menegaskan komitmen perempuan religius sebagai penjaga harapan di tengah dunia yang terluka. Saat perayaan Ekaristi, kelompok Indonesia mempersembahkan lagu dan tarian, dan secara simbolis, asap putih terlihat mengepul dari arah Kapel Sistina—seolah menjadi tanda rahmat dan harapan baru bagi Gereja.

Sr. Theresia juga hadir dalam Sidang Delegasi UISG, mewakili konstelasi Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Sidang ini merefleksikan arah gerak UISG 2025–2030, dan memilih Sr. Oonah O’Shea, SND sebagai Pemimpin Umum UISG yang baru, menggantikan Sr. Mary Baron, OLA.  Dalam sambutannya, Sr. Oonah menegaskan bahwa harapan bukan sekadar optimisme, tetapi energi spiritual yang lahir dari Injil yang menghasilkan transformasi. Harapan inilah yang memungkinkan kita untuk terus melayani dengan kreativitas dan keberanian, di dunia yang terluka, njaga menghasilkan kehidupan di mana segala sesuatu tampaknya telah padam.

Momentum ini menjadi penegasan bahwa perempuan religius, sebagai perempuan dalam perjalanan, hadir membawa harapan, menjaga kehidupan, dan menjadi cahaya di tengah gelapnya dunia.

Leave a comment