Setiap orang lahir dengan sebuah rahasia besar yang Allah tanamkan di dalam dirinya yakni panggilan. Panggilan bukanlah sekadar pilihan pekerjaan, status hidup, atau jalan yang kita tentukan sendiri. Lebih dari itu panggilan adalah undangan Allah untuk menjawab kasih-Nya dengan cara yang unik, personal, dan bermakna. Namun, di tengah kesibukan hidup modern zaman sekarang ini dengan jadwal kuliah, pekerjaan, target, dan rencana masa depan kita sering terjebak pada permukaan hidup. Kita sibuk “melakukan” banyak hal, tetapi jarang berhenti sejenak untuk bertanya: “Sebenarnya, untuk apa aku menjalani semua ini? Ke mana arah hidupku? Siapakah aku di hadapan Allah?”
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi pintu masuk menuju kedalaman. Yesus suatu ketika berkata kepada Simon Petrus:“Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” (Luk 5:4). Sabda ini bukan hanya ajakan praktis bagi seorang nelayan, tetapi juga pesan rohani bagi kita semua. Hidup tidak cukup dijalani di permukaan. Kita diajak berani masuk ke kedalaman seperti kedalaman hati, kedalaman doa dan kedalaman relasi dengan Allah. Menemukan panggilan berarti berani menyelam ke dasar batin kita, di mana kerinduan terdalam bertemu dengan kasih Allah. Di sana kita perlahan menyadari bahwa panggilan bukanlah sekadar “apa yang aku inginkan”, melainkan “apa yang Allah rindukan untukku dan bagaimana aku bisa menjawabnya dengan cinta”.
Panggilan hadir dalam berbagai rupa. Ada yang dipanggil menjadi imam, suster, atau bruder, mempersembahkan seluruh hidup demi pelayanan Gereja dan dunia. Ada yang dipanggil menjadi suami atau istri yang setia, orang tua yang menghadirkan kasih Allah dalam keluarga. Ada pula yang dipanggil untuk berkarya di tengah masyarakat seperti menjadi guru, dokter, perawat, pekerja sosial, atau profesional yang bekerja dengan integritas. Bentuknya bisa beragam, tetapi hakikatnya satu yakni hidup sebagai jawaban atas kasih Allah.
Proses menemukan panggilan tidak selalu mudah. Ada masa penuh kebingungan, pertanyaan tanpa jawaban, bahkan kegelisahan. Tetapi justru dalam pergulatan itu, Allah bekerja. Ia berbicara melalui pengalaman hidup, doa, perjumpaan dengan orang lain, bahkan melalui luka dan kegagalan. Sedikit demi sedikit, kita dituntun untuk menemukan jalan yang paling sesuai dengan diri kita yang sejati. Yang membedakan hidup panggilan dengan sekadar rutinitas adalah sukacita mendalam. Sukacita ini bukan berarti hidup tanpa tantangan, melainkan rasa damai karena kita tahu: “Aku berada di jalan yang Allah kehendaki bagiku. Di sinilah aku menjadi diriku seutuhnya.”
Maka, jangan takut untuk bertolak ke kedalaman. Jangan berhenti hanya pada permukaan hidup. Beranilah masuk lebih jauh, mendengarkan suara hati, dan mempercayakan diri pada rencana Allah. Sebab di kedalaman itulah kita menemukan panggilan sejati yakni sebuah hidup yang penuh berarti dan memberi berkat bagi sesama. Karena hidup bukan sekadar perjalanan, tetapi sebuah panggilan. Mari kita menyelam ke kedalaman dan menemukannya.
Oleh:
Sr. Henny Christina Mona, SJMJ
Percayakan diri pada rencana Allah.
Surabaya – 3 September 2025
