
Spiritualitas Kongregasi SJMJ berasal dari Gerakan Roh Kudus (Spirit Mission Spirituality) yaitu Spiritualitas yang digerakkan oleh Roh Kudus untuk menjadi perantara belas kasih dimana orang-orang membutuhkan di berbagai belahan dunia, memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah sebagai nilai tertinggi dan mengambil bagian dalam panggilan Gereja” (Konst. Art.2, 3, 36).
Catatan tentang spiritualitas kami:
“Dalam prakata Retret Sepuluh hari dari tahun 1828, P. Wolff merangkum dalam dua halaman apa yang ia lihat sebagai spiritualitas kongregasinya: ‘Roh yang menggerakkan kita adalah Roh yang menggerakkan Yesus.”Digerakkan oleh Roh, Yesus pergi dari kota ke kota untuk mewartakan kabar sukacita kepada orang-orang miskin. Yesus tidak memilih jalan-Nya sendiri, melainkan Roh Kudus yang mengutus-Nya. Digerakkan oleh Roh, Yesus pada gilirannya mengutus murid-murid-Nya ‘untuk mewartakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang-orang sakit’ (Luk 9:2). Teks Injil ini yang memberikan inspirasi kepada P. Wolff ketika ia menulis: ‘sebagaimana para Rasul diutus pada waktu itu, demikian pula sekarang kita diutus untuk mendidik kaum muda, untuk melaksanakan karya-karya belaskasih, untuk mendidik anak-anak yang miskin (RMK hal. 14).
Aspek Batiniah dari Spiritualitas:
Aspek batiniah ini dibentuk oleh kesadaran bahwa Allah meresapi kita dengan kesucian-Nya. Hal ini harus menjiwai perbuatan kita. Dengan demikian kita akan hanya mencari Kemuliaan Allah. Maka yang perlu mendapat perhatian adalah pengetahuan yang mendalam tentang hal-hal rohani, hidup doa yang intens, kepercayaan yang kokoh terhadap Roh Kudus, kebebasan batiniah dan semangat berkobar-kobar terhadap apa saja yang menyangkut kemuliaan Allah. (RMK hal.18-19)
Aspek Lahiriah dari Spiritualitas:
Setiap suster SJMJ melatih diri dalam ketaatan, mengusahakan kerendahan hati, senantiasa sadar akan panggilannya, melaksanakan tugasnya dengan berani dan penuh semangat, hati-hati dalam tutur kata dan tidak mengutamakan diri sendiri. Ia harus sanggup memadukan dua hal yang nampaknya bertentangan: ilmu pengetahuan dan kerendahan hati, semangat kemudaan dan kesopanan; melihat perbedaan watak manusia namun harus mencintai setiap orang.
Ciri khas Spiritualitas SJMJ
Seorang suster SJMJ mampu merasakan ketegangan yang sehat antara hidup berdasarkan Roh dan kehidupan sehari-hari.
• Dengan Penguasa Dunia; untuk Dunia kepunyaan Tuhan
• Naik kepada Tuhan; turun ke umat
• Ora at Labora
• Kontemplasi dalam tindakan
===Spiritualitas lembaga kita meminta dari kita, suster-suster SJMJ, untuk terus menerus mengusahakan yang terbaik.===

Teks Kitab Suci:
“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan Kabar Baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang- orang buta; untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Lukas 4 :18-19)
“Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang sakit.” (Luk 9:2)
P. Mathias Wolff, seorang Jesuit sendiri menghayati semangat St. Ignatius. Seluruh hidupnya berkaitan dengan ‘ad mayorem Dei gloriam,’ sebuah ungkapan Latin yang berarti “demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar” Fr. Wolff mengarahkan dirinya kepada Tuhan sedemikian rupa sehingga dia tidak menginginkan apa pun kecuali apa yang Tuhan minta darinya. Dalam hati dan pikiran yang demikian ia merasakan bahwa segala sesuatunya dipandu oleh pemeliharaan Tuhan. Seluruh keberadaannya diarahkan pada kemuliaan Tuhan. Orang-orang merasakannya sebagai orang yang kepercayaannya tak tergoyahkan kepada Tuhan. Yakin akan belas kasihan Tuhan bagi dirinya sendiri, Mathias Wolff ingin membuat rahmat ini diketahui. “Saya ingin melaksanakan tugas imam saya dengan sikap lemah lembut, suka membantu dan saya ingin berada di sana untuk semua orang. Saya ingin menjadi penyayang dan mudah didekati oleh para pendosa. Mathias Wolff membiarkan Tuhan mengatur hidupnya sesuai kehendak-Nya: “Kita harus berserah diri kepada Tuhan. Satu-satunya doa kami seharusnya adalah, kehendak-Mu jadilah.”
Sikap ini memaksanya untuk siap memikul tanggung jawab dan pesan Allah yang menebus dan memerdekakan dengan meniru teladan Kristus. Seluruh hidupnya dan banyak teks menunjukkan semangat kerasulannya.
• “Saya ingin bekerja seperti raksasa, yakin akan pertolongan Tuhan yang tiada henti”
• “Saya ingin bekerja tanpa henti”
• “Saya ingin menebus banyak jiwa-jiwa”
• “Semangat Pastor Wolff mengalir melalui dua jalur: Naik kepada Allah. Turun kepada umat.”



KHARISMA
Sang Pendiri memberikan karisma kepada Kongregasinya sebagai ciri khasnya, “Kesiapsediaan Apostolik yang selalu menyesuaikan diri”. Oleh karena itu, kita diajak untuk menghayati karisma dinamis ini dengan berani mengikuti jejak sang Pendiri dalam menanggapi tanda-tanda zaman yang muncul di dunia saat ini. Digerakan oleh Roh Kudus, Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk mewartakan kerajaan Allah dan menyembuhkan orang sakit. Teks ini dan teks-teks Kitab Suci lainya menginspirasi pendiri kita ketika ia menulis kepada suster-suster pertama bahwa mereka seperti rasul-rasul pada masa lampau. Pesan perutusan ini merupakan intisari yang menjiwai seluruh spiritualitas dan misi kita sampai saat ini. Pribadi dan kharisma sang Pendiri seperti terlihat pada suster-suster yang pertama: Beliau selalu menggerakkan mereka untuk taat.
Tiga instruksi yang ditonjolkan oleh Pater Mathias Wolff, SJ adalah:
- Semangat Beragama: “Niatku bukan menjadikan kalian putri-putri Kristen, bukan, aku ingin kalian menjadi religius yang sempurna.”
- Semangat Ketaatan: “Kamu harus memiliki ketaatan yang sempurna, untuk pergi kemanapun para pemimpin akan mengutusmu.”
- Makna Meditasi: “Seseorang harus menghilangkan doa lisan dan membaca daripada melewatkan meditasi, makanan ilahi.”
Mengenai ketaatan terhadap bimbingan Roh, pendiri kita menuntut kita untuk:
“Sebagaimana Yesus pada waktu kenaikan-Nya ke surga mengutus murid-murid-Nya ke seluruh dunia untuk mewartakan kabar baik, demikian kita juga tidak merasa dibatasi oleh tempat dimana kita hidup dan batas-batas negara kita. Kita tidak memilih jalan kita sendiri, tetapi membentuk komunitas suster-suster yang diutus ketempat-tempat jauh atau dekat, dimana orang-orang membutuhkan kita.” Konst. Art. 3
“Senantiasa siap-sedia tanpa syarat baik secara pribadi maupun komunitas, tanpa memperhatikan tempat dimana kita berada, demi membela orang-orang yang tersingkirikan dan tidak diperhitungkan oleh masyarakat.” Konst. Art. 4